Selasa, 09 Februari 2010

MUNGKIN AKU TIDAK SEDANG MENUNGGUMU

Tentang kenangan yang telah merekat rapat direlung sanubari, hingga kini memoripun masih tak pernah jenuh untuk mengingatnya. Sejalan waktu satu kenangan terasa semakin membayang. Meresap dan mengakar Candu. Seperti molekul anggur yang tersimpan lama dan semakin memabukan.
Ketika itu ilalang-ilalang berbunga warna perak. Diantara semak ilalang itu, Dia terlihat begitu menawan. Seperti Kupu-kupu yang menari-nari dengan sayapnya yang berwarna-warna. Dia adalah Seseorang yang menyenangkan. Hari-hari menjadi semakin indah bersamanya. Malam yang sunyi menjadi syahdu ketika melodi petikan senar gitar berdenting mengiringi alunan lagu cinta.
Itulah tentang satu kenangan masa lalu, karena akhirnya semua itu menghilang sirnah. Dia harus pergi untuk waktu yang tak tentu lamanya. Terampas oleh yang Empunya dari sang Pelabuh. Meninggalkan sela rongga jiwa yang memang hanya untuknya. Masa yang senang dan hari yang bahagia seketika menjadi hening dan sepi. Ingin rasanya waktu itu memeluknya dan memohon agar Dia tidak akan pergi meninggalkannya,. Karena kepergiannya menjadikannya seperti kanvas tanpa warna-warna.
Namun angin tetap saja berhembus. Pagi tetap datang jua, dan siang hanyalah bagian dari gerak Alam. Sang Dewi akhirnya pergi juga meninggalkan Sang Pangeran. Kini tinggalah Dia Sendiri.
Semenjak itu Melodi petikan senar gitar tak ubahnya seperti sembilu yang menyayat perih. Seperti tak bernada semenjak suara merdunya tak terdengar lagi. Dan melodi petikan senar gitar hanya menjadi senandung sendu yang selalu memilukan hati pemetiknya.
Andai saja Dia tahu hari-hari terasa hampa tanpanya. Malam yang sunyi tetap menjadi sunyi. Apa mungkin Dia merasakan pula seperti kerinduannya?.
Alvian merapatkan sandarannya pada kursi kerjanya. Belum jenuh juga Dia memandangi dua cicin bermata biru yang salah satunya baru dilepas dari jari tengahnya. Kini Nadia telah kembali. Nadia telah kembali untuk melengkapi sela rongga jiwa yang memang hanya untuknya. Sehari yang lalu Albert memberitahukan kalau Nadia telah kembali. Tapi kenapa Nadia tidak langsung menemui atau sekedar menelephon untuk sekedar memberitahukan tentang kepulangannya. Apa mungkin Dia tengah menyiapkan satu kejutan untuknya seperti yang Dia lakukan. Mungkin Nadia masih terlalu lelah setelah perjalanan jauhnya. Bila nanti bertemu dengannya, apa Dia masih mengenalnya ?. Apa Nadia masih belum berubah?. Kata apa yang pertama akan diucapkan saat bertemu Nadia nanti?. Entahlah. Semua pertanyan berjajar dikeplanya dan tanpa jawab. Ini sama sekali tak menakutkan melainkan sangat menggembirakan tetapi hati sangat gelisah menantikan awal pertemuan yang tinggal menghitung detik ini..
“Ekh..khrem…!” suara deheman menyadarkan Alvian. Seseorang telah masuk kedalam ruang kerjanya tanpa terdengar suara ketukan atau pun pintu terbuka. Ternyata Albert teman satu Kantornya.
“Albert… !. Silahkan duduk,” ucap Alvian mempersilahkn.
“Terimakasih.” Kemudian Albert duduk didepan Alvian,” sepertinya Kau sedang sangat bahagia hari ini?”
“Ya, bahagia sekali.”
“Apa karena Nadia telah kembali?”
Alvaian hanya melebarkan senyumnya. Dia tahu Albert dapat menebak jawaban atas pertanyaanya sendiri.
“Aku kira dulu kedekatanmu dengan Nadia tak lebih karena Kalian masih kerabat. Aku tak percaya hanya karena Dia hingga kini hatimu masih tertutup untuk Wanita selainnya. Sebegitu besarkah rasa cintamu pada Nadia?”
“Nadia adalah cinta sejatiku. Kamu akan tahu Sendiri bila Orang yang sangat kau sayangi dan dekat denganmu, tiba-tiba meninggalkanmu.”
“Aku pernah mengalaminya. Tetapi Aku bersyukur, karena dengan itu berarti Tuhan telah memberitahukan kalau Angel bukan yang terbaik untukku.”
“Bukan perpisahan seperti itu yang kumaksud. Angel mencurangimu. Dia selingkuh dibelakangmu, sedang Aku dan Nadia…, Demi Tuhan, mengingat saat-saat perpisahan itu saja cukup membuatku sedih.”
“Aku juga merasakannya. Sama sepertimu. Tapi itu tidak berlarut lama.”
“Tentu saja. Mungkin karena kadar cintaku terhadap Nadia lebih besar bila dibandingkan dengan kadar cintamu terhadap Angel.”
“Kau terlalu mendramanisir. Dan terus menyangkal. Tapi Vian, bagaimana mungkin selama ini tak ada satu Wanitapun yang membuatmu jatuh hati atau sekedar tertarik?. Apa Nadia benar-benar telah membuatmu Ellfeel pada Wanita selainnya?”
Sekali lagi Alvian melebarkan senyumnya. Dan kni hamper terdengar tawa ringannya.
“Albert.., Kita sama-sama Lelaki jadi Kamu tahu Sendirilah bagaimana perasaanku. Aku hanya selalu berusaha tetap setia menunggu Nadia karena Aku yakin suatu saat Dia akan kembali, dan… kini terbuktikan!” belanya. “Sudahlah tak perlu diperjelas lagi. Aku harus segera pulang.”
“Pulang ?. Lalu Kau akan kemana?”
“Menemui Nadia,” jawabnya cepat. “Albert, Kau tahu apa yang kurasakan saat ini?”
Albert hanya sedikit menaikan pundaknya.
“Seperti Remaja yang sedang kasmaran..!” jawabnya sendiri sambil kembali merapihkan meja kerjanya.
“Rupanya Kau benar-benar sedang terkena virus cinta. Tapi Vian. Maaf , karena Kurasa…”…
“Kau rasa Nadia semakin cantik dan Kau jatuh hati padanya ?. Kalau begitu bersiaplah Kamu untuk patah hati karena setelah ini Nadia akan menjadi miliku seutuhnya.” Potong Alvian cepat.
Alvian beranjak dengan menenteng tas hitam pekatnya, meninggalkan ruang kerjanya diikuti Albert yang tak melanjutkan langkahnya setelah Alvian masuk kedalam Lift.


* * *








Sementara dirumah Alvaian. Nadia dan Anton tampak akrab berbincang dengan Ny. Kamila. Hampir tak ada sela waktu yang terbuang saat Mereka bertukar cerita. Sejak dulu Mereka memang sangat dekat. Wajar bila Ny. Kamila sangat bahagia dengan kunjungan Nadia karena baginya ini seperti pertemuannya dengan teman lamanya kembali.
“Astaga..!, Tante sampe lupa menyuguhi Kalian minum,” ucap Ny. Kamila menyela perbincangannya.
“Tak perlu repot-repot tante.”
“Sekedar minuman dingin. Tante tinggal sebentar ya…”
Ny. Kamila pun masuk kedalam. Saat baru meninggalkan ruang tamu, Didekat pintu masuk, Dia mendapati Alvian tengah menyimak perbincangan Mereka. Sepertinya Dia tidak sedang semangat kali ini.
“Mamah tidak melihat Kamu masuk,” ucap Ny. Kamila pada Alvian. ” Kamu sakit?” Tanya-nya melihat muka putranya yang tak secerah biasanya.
“Tidak Mah. Vian baik-baik saja. Tadi Vian masuk lewat pintu samping.”
Ny. Kamila tahu benar ada yang tak baik dengan Putranya. Tak seperti biasanya dia berbicara lemah dan sendu. Raut mukanya pun galau dengan keringat dingin membasahi leher dan bawah telinganya.
“Maaf Mah, Vian harus segera kembali ke kantor . Ada berkas penting yang tertinggal.”
“Apa tak sebaiknya Kamu temui Nadia dulu. Dia kesini untuk bertemu Kamu dan mengenalkan Suaminya ke Kamu lho.”
“Mungkin lain kali saja. Vian sangat buru-buru.”
Ny. Viona menjadi simpati melihat keadaan Putranya yang sangat terpukul itu. Nalurinya sebagai Ibi benar-benar tergugah dan Dia hanya tertegun membiarkannya meninggalkan rumah kembali. Alvian menoleh pada Nadia dan Anton yang juga menjadi merasa tak enak. Ny. Kamila sangat Sayang pada Putranya dan ingin Dia bahagia, tapi ini bukan salah Siapa-siapa. Dan untuk saat ini, Dia tak tahu apa yang harus Dia lakukan?.
“Apa itu Alvian Tante. Ada apa dengannya?”
Ny. Kamila tak menjawabnya.
“Dia sangat kecewa Nadia. Dia masih mencintaimu sama seperti dulu. Walau Kamu tak disini, tapi selama ini Kamu sangat berarti baginya,” ucapnya.”Dia sangat kecewa dengan keadanmu sekarang,” sambungnya.
Nadia menoleh kepada Anton yang juga memandanginya.
“Tante sama sekali tak menyalahkanmu. Hanya saja mungkin Alvian butuh cukup waktu untuk menerima keadaan ini.”
“Maafkan Nadia Tante.”
“Ya. Tapi tak ada yang salah.”
“Apa tak sebaiknya Kamu temui Dia dan bicara padanya?” sela Anton pada Nadia.
“Kamu tak keberatan?”
“Tentu saja tidak. Aku akan mengantarmu bila Kau mau. Kau tahu kemana kira-kira Alvian sekarang. Tak ke Kantornya bukan?”
“Ya. Aku tahu kemana Dia sekarang.”
“Kalau begitu, Kami pamit Tante. Sekali lagi maafkan Saya..”
Sekali lagi Ny. Kamila hanya mengiyakan dan membiarkan Tamunya meninggalkan rumahnya. Albert yang baru tiba melihat Alvian meninggalkan rumah, yang tak lama kemudian disusul oleh Nadia dan Suaminya. Dia tahu sesuatu yang tak baik telah terjadi. Tanpa keluar dari mobilnya Albert memutar arah dan mengikuti dua mobil yang lebih dulu melaju itu.


* * *












Dipetiknya beberapa tangkai bunga ilalang yang tumbuh lebat disekelilingnya. Seperti biasanya setiap Dia datang ke tempat itu, Alvian mulai mengaitkan tangkai-tangkai bunga ilalang itu menjadi seekor Kupu-kupu bulu. Nadia sangat menyukainya dan dengan senang hati Alvian akan menyelipkannya dirambutnya.
Kini Alvian menaruh Kupu-kupu buatannya diatas telapak tangannya. Untuk kali ini Kupu-kupu itu sama sekali tak nampak menyenangkan baginya.
“Nadia, kenapa Kau tega padaku?”
Alvian meremas kuat-kuat Kupu-kupu buatannya dan melemparnya kesemak-semak. Matanya menatap luas kedepan tetapi tak ada yang sedang dipandanginya. Semuanya seperti kosong tanpa arti.
Sekian lama Dia berpisah dengan Nadia . Dan memang hanya dua kali Nadia mengirim surat untuknya. Setelah itu tak ada lagi komunikasi diantara Mereka. Namun biarpun begitu, Nadia masihlah tetap sama. Ada tempat khusus dihati Alvian, karena Dia yakin suatu saat Nadia akan kembali padanya.
Saat yang tak pasti itu akhirnya datang juga. Nadia telah kembali. Tapi kenyataan berkata lain. Yang ada bukanlah kebahagiaan seperti yang selama ini Dia angankan. Memang ini bukanlah akhir dari segalanya dan kehidupan masih terus berlanjut. Tetapi untuk apa dan harus bagaimana Alvian menjalaninya. Sedangkan kebahagiaan kedepannya sama sekali tak terlintas diangannya. Sungguh menyedihkan. Seperti Perahu layar yang buta arah dan hilang tujuan. Yang tampak hanyalah hamparan Samudera luas tak berpantai.
Dari suara gemerasak ilalang, Alvian tahu kalau itu Nadia yang datang menemuinya.
“Kau masih suka datang ketempat ini?”
“Ya. Tapi mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.”
“Kenapa?”
“Karena Tempat ini samasekali tak menyenangkan lagi.”
Mereka sama-sama terdiam.
“Vian, maafkan Aku.”
“Maaf. Untuk apa?”
Nadia tak langsung menjawabnya. Dia yakin apapun jawabannya tak akan membuat Alvian tenang.
“Aku tak menganggap Diriku benar ataupun menyalahkanmu tapi selama ini Kau telah salah paham.”
“Salah paham?, salah paham apa maksudmu?”
“Aku tak mau pertemanan dan persaudaraan Kita rusak hanya karena perasaan cintamu padaku.”
“Jadi selama ini Kau menganggapku hanya sebagai teman?. Nadia, tidakah Kamu merasa hubungan Kita lebih dari sekedar teman?. Kurang apa perhatian dan kasih sayang yang kuberikan padamu. Tapi sudahlah. Mungkin Aku yang terlalu naïf dan bodoh. Ternyata tak ada tempat khusus dihatimu untukku.”
“Maafkan Aku bila telah mengecewakanmu. Tapi tentu saja Kau ada tempat khusus dihatiku.”
“Mana ada tempat khusus dua Orang dihatimu!”
“Dua Orang. Maksudmu?”
“Bagaimana dengan Anton. Lebih berarti Diakah atau Aku untukmu?”
“Kau jangan memojokanku Vian. Pertanyaanmu terlalu kekanak-kanakan.”
“Jawab saj pertanyaanku.”
“Baiklah. Anton adalah Suamiku. Dia segalanya untukku. Dan Kau adalah Temanku. Kau sangat berarti untuku. Aku lebih dulu mengenalmu, jauh sebelum Aku mengenal Anton. Kalian sama-sama berarti dan ada tempat khusus dihatiku walau di tempat yang berbeda.”
“Bagaimanajika Kau harus memilih satu diantara Kami. Kau lebih memilih Anton atau Aku?”
“Apa maksudmu. Kau gila!”
“Aku ingin Kau menjawabnya.”
“Hoh…Baiklah. Tentu saja Aku lebih memilih Anton. Dia Suamiku,” ucap Nadia tegas.
Alvian tertunduk mendengar jawaban Nadia. Sebenarnya Alvian tahu jawaban itulah yang akan Dia dengar dari mulut Nadia.
“Tahukah Kau Nadia, Aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin Orang lain memilikimu biarpun Orang itu jauh lebih baik dariku.”
Nadia mendekat dan duduk didekat Alvian.
“Walau Aku bukan dirimu tapi Aku tahu apa yang Kau rasakan. Tapi Aku yakin Kau tak sekejam itu, karena itu bukan sifat dasarmu.”
“Tapi Aku manusia.”
“Aku tahu itu.”
“Jadi apa Aku salah mencintaimu?”
“Tidak. Tapi tidak untuk sekarang. Sore ini Aku akan kembali ke Merauke. Mungkin akan sangat lama Kita tidak akan bertemu. Atau bahkan ini pertemuan Kita yang terakhir.”
“Maafkan Aku Nadia. Sebenarnya Aku hanya ingin Kau tahu betapa Aku sangat kehilanganmu waktu Kau pergi meninggalkan Kota ini. Aku tak berhak melarangmu. Mengatakan kalau Aku mencintaimu dan akan selalu menunggumu pun tak berani.”
“Maafkan Aku Alvian. Tapi jangan buat Aku menyesal telah menemuimu. Sudahlah tak perlu kita perdebatkan lagi karena Kita telah sama-sama Dewasa.” Potong Nadia. ” Aku harus segera ke Bandara. Pesawatku terbang jam tujuh, sore ini. Sekali lagi maafkan Aku dan Selamat tinggal…”…
Nadia kemudian berjalan meninggalkan Alvian yang kembali sendirian. Anton Suaminya telah menunggunya dimobil.
“Seharusnya Kau tahu Nadia, Aku benci sekali kata-kata perpisahan waktu itu dan kini Kau mengulangnya kembali saat Kita baru bertemu.” Gumamanya pada Nadia. Entah Dia mendengarnya atau tidak. Tapi untuk sejenak Dia berhenti walau tak menoleh kepadanya dan kembali berjalan meninggalkanya. Albert yang sejak tadi mengamati Mereka dari kejauhan menghampiri Alvian yang masih sendiri.
“Sebenarnya yang Kukatakan siang tadi semuanya tak benar. Aku hanya berusaha untuk tidak lemah dan menerima kenyataan. Bersabarlah. Aku yakin Kau akan menemukan Wanita yang jauh lebih baik dari Nadia,” ucap Albert
“Tapi Aku merasa Nadialah yang terbaik.”
“Itu karena Kau belum bertemu dengan Wanita itu,” ucap Albert lagi. Alvian menarik nafas panjangnya. Dia melipat kedua tangannya didepan.
“Apa Kau menilai Aku Seorang Pria yang lemah, Albert?”
“ hampir. Tapi sebagai Lelaki tak seharusnya Kau terlalu bersedih seperti ini.”
“Kau benar. Aku memang Pria yang terlalu ,memakai perasaan. Albert, bisakah Kau tinggalkan Aku sendiri?”
“Tentu saja.” Jawab Albert. “ Baru saja Ibumu menelephonku. Dia memintaku untuk menyampaikan padamu supaya tak pulang terlalu larut. Dia sangat khawatir padamu”
“Katakan pada Ibuku , Aku baik-baik saja dan akan segera pulang. Aku hanya butuh waktu sebentar untuk menenangkan diri.”
“Ya.”…
Albert menepuk pundak Alvian lalu meninggalkannya. Kini kembali tinggalah Dia sendiri. Matahari semakin memerah dan semakin membesar. Alvian merasakan matanya yang pedas. Dalam beberapa menit saja Matahari telah terbenam. Alvian menarik nafas panjangnya lagi dan memejamkan matanya. Kisahnya telah berakhir. Penantiannya berujung dengan kekecewaan. Tapi kehidupan masih terus berlanjut dan Dia harus membuka matanya kembali.


* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar